Minggu, 12 Juli 2009

“Mudah-mudahan Musibah Air dan Lumpur Porong Dapat Diatasi”

Kilas Balik Musibah Porong

Tanggal 28 Mei 2006, sekitar pukul 22.00 terjadi kebocoran gas hidrogen sulfida (H2S) di areal ladang eksplorasi gas Rig TMMJ # 01, lokasi Banjar Panji perusahaan PT. Lapindo Brantas (Lapindo) di Desa Ronokenongo, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Kebocoran gas tersebut berupa semburan asap putih dari rekahan tanah, membumbung tinggi sekitar 10 meter. Semburan gas tersebut disertai keluarnya cairan lumpur dan meluber ke lahan warga.
Posisi terakhir pemboran sumur BPJ-1 adalah pada kedalaman 9.297 feet (2.833,7 meter). Namun selanjutnya, semburan lumpur semakin tidak terkendali dan volumenya semakin meningkat. Awalnya ada lima titik semburan, namun yang paling besar hanya satu dan selanjutnya yang lainnya tidak menyemburkan lumpur lagi. Semburan lumpur mencapai angka 50.000 meter 3 per hari, bahkan ada yang memperkirakan 100 ribu m3 per hari.

Pada saat kedalaman sumur mencapai 9 ribuan kaki, terjadi total lost mud, saat itu mw=15 ppg, kemudian dipompakan lcm, well static. Waktu POOH keesokan harinya, sampai hampir dibawah casing shoe 13-3/8", mulai lost mud lagi, tapi kemudian well mulai flowing. Sempat di-flare, gas dengan H2S 70 ppm (kalau di ADCO sana H2S 100 ppm baru alarm berbunyi, gak disini pakai standard berapa ppm untuk alrm bunyi). Kill the well dengan 15.5 ppg hi-vis mud. Hari berikutnya saat hari sudah terang ditemukan gelembung2 lumpur dengan gas H2S setinggi 1-4 m secara intermitten kira2 150 m dari well bore. Seluruh crew dievakuasi. Dipompakan beberapa barel lumpur untuk ngetest apakah ada hubungan dengan surface mud bubles, tapi hasilnya tak diketahui. Hari berikutnya well dimonitor terus, di-plug cement 2 kali, sementara gelembung2 lumpur tetap terjadi (sampai sekarang masih terjadi terus tanpa (bisa) dikendalikan). Dicoba untuk back-off pipa, sementara lumpur dari gelembung2 yang keluar diukur salinitynya sama dengan salinity air formasi (jadi bukan dari lumpur pemboran). Sementara sudah lebih dari 4 ha sawah terendam lumpur, bahkan masuk ke badan jalan tol Surabaya-Gempol yang sempat dibuka-tutup beberapa hari terakhir.

Ledakan yg muncul dipermukaan ini mirip dengan ledakan “plupuk-plupuk” ketika kita menjerang air, ketika air sedang mendidih. Dibawah sana tentunya air tanahnya juga panas. Akibat geothermal gradien, atau panasnya bumi maka rata-rata suhu akan meningkat 3-4 derajat tiap 100 meter. Nah misalkan kedalaman sumber air ini diperkirakan berasal dari kedalaman 6000-9000 feet (sekitar 3 000 meter). Kalau suhu permukaan sekitar 25 derajat, penambahan suhunya mencapai 1200, sehingga suhu air tanah ini pada kedalaman 9000 feet (3 Km) sana dapat mencapai 1500. Tentunya sudah diatas 100, diatas suhu air mendidihkan? tetapi karena tekanan hidrostatis tinggi, dibawah sana tidak mendidih seperti dipermukaan. Namun ketika berjalan keluar tentu saja tekanan berkurang, dan air tersebut bisa saja mendidih. Sehingga terlihat kepulan uap air keluar dari lubang.

Pada tanggal 29 Mei 2006, telah terjadi letusan dahsyat uap, air dan akhirnya lumpur di Jawa bagian timur di suatu lokasi yang sebelumnya tidak didokumentasikan oleh seorang pun. Letusan lumpur awal ini (pertama kali terjadi di lokasi ini) yang diakibatkan oleh pengeboran batu gamping dengan kapasitas tekanan tinggi dan menyerap dengan kedalaman sebesar – 2830 m di bawah permukaan bumi.

Opsi Pengendalian
Musibah yang terjadi hampir dua setengah tahun silam, hingga kini masih belum bisa diatasi. Cukup banyak metoda yang ditawarkan dan diuji-coba, namun sayang hasilnya gagal. PT LBI mengeluarkan dana hingga triliunan rupiah, sedangkan rakyat yang terkena musibah, menderita lahir-batin. Kami pun mencoba memberikan solusi dengan menawarkan metoda “Pembuatan Waduk untuk Menanggulangi Air dan Lumpur agar Tidak Liar”.

Opsi kami membuat waduk dengan cara menggali tanah/ lumpur berbeda dengan tim-tim lain yang buat waduk di atas tanah. Sunatullah (hukum alam) air akan mencari dataran lebih rendah menuju ke laut mengakibatkan tenggelamnya desa-desa. Oleh karena itu, inti dari metoda kami berpedoman pada: kondisi saat ini: aktual dan faktual, kata kunci: mengamankan air dan lumpur tidak liar secara permanen, penghitungan faktor kegagalan, keseimbangan, kelayakan, dan faktor keberhasilan. Pembuatan waduk di pusat dan di sekitar semburan air dan lumpur sebagai opsi pemecahan masalah secara holistik melalui pembuatan waduk yang bersifat “tanggap darurat”.

Faktor Kegagalan: puluhan gelembung gas, penurunan permukaan tanah, analisis ada lapisan lunak pada kedalaman 4.00 feet, dan lain-lain. Faktor Keberhasilan: puluhan gelembung gas yang terdapat pada beberapa lokasi luberan lumpur adalah hal yang sangat wajar dan alami. Akan hilang dengan sendirinya dan tidak akan mempengaruhi penggalian tanah lunak untuk pembuatan waduk.Land subsidence di pusat semburan justru akan mempermudah pengerjaan membuat waduk. Analisis adanya lapisan lunak pada kedalaman 4.000 feet adalah hal yang sangat wajar dan alami yang secara konstruksi dan teknis tidak akan mempengaruhi pembuatan waduk.

Faktor Keseimbangan: volume air dan lumpur yg keluar diperkirakan 50.000 - 80.000 m3 per hari sedangkan volume tanah/lumpur galian yang diangkat 100.000 - 150.000 m3 per hari. Kesimpulannya: pembuatan waduk punya faktor keseimbangan, karena daya tampung waduk lebih besar dibandingkan dengan air dan lumpur yang keluar. Faktor Kelayakan: pembuatan waduk di pusat dan di sekitar semburan LAYAK DIKERJAKAN, karena pengerjaannya tidak terganggu dengan adanya: proses gunung lumpur yang konon berbentuk jenang dodol, semburan gas dan air, lubang di pusat semburan, dan amblesnya permukaan tanah.

Lebih dari dua tahun silam, kami sudah empat kali memaparkan metoda ini dihadapan:
1.Tim Pakar Timnas diketuai oleh Prof. Dr. Indroyono Soesilo, pada hari Kamis, 15 Februari 2007 di Jakarta.

2.Bapel BPLS pada hari Rabu, 3 Oktober 2007 di Surabaya (dihadiri oleh pimpinan, para Kapokja Bapel – BPLS dan konsultan PT Virama Karya) berdasarkan disposisi dari Menteri PU.

3.Tim dari Badan Geologi, Departemen ESDM pada hari Jumat, 30 November 2007 di Jakarta (dihadiri oleh 13 geolog/pejabat yang terdiri dari Kepala Badan, 3 Kapuslit dan tenaga ahli) berdasarkan disposisi dari Menteri ESDM.

4.Top Manajemen PT Lapindo Brantas Inc. pada hari Rabu, 6 Februari 2008

5.Deputi Bidang Politik (Prof. Dr. Djoehermansyak Djohan), Kantor Wakil Presiden RI pada tanggal 23 Juli 2008

Kesimpulan Hasil Diskusi:
1.Diantara Tim Pakarnya Prof. Indroyono Soesilo ada yang keberatan, namun ada tim (seorang engineering) yang mengatakan “metoda pembuatan waduk reasonable untuk dikerjakan, tapi harus disempurnakan. Tim meminta kami untuk menentukan ‘apakah anda setuju atau tidak setuju dengan underground blown-out atau mud vulcano. Hitung faktor kegagalan, faktor kelayakan, dan faktor keberhasilan pembuatan waduk. Selang tiga hari kemudian, kami membuat resume tertulis kepada Tim Pakar. Namun sayangnya sebulan kemudian seiring dengan pembubaran Timnas Penanggulangan Sementara Lumpur Sidoarjo kemudian diganti dengan BPLS, maka selesai pula tugas dari Tim Pakar.

2.Berdiskusi dengan Bapel BPLS cukup kooperatif, namun institusi ini tidak punya wewenang untuk menolak atau menyetujui metoda kami.

3.Berdiskusi dengan 13 pakar geologi dari Badan Geologi, Departemen ESDM ada ‘kesesuaian’. Kepala Badan Geologi mengakui, metoda ini baru dan satu-satunya. Selain itu, salah seorang kepala pusat penelitian Departemen ESDM menyarankan dari rencana pembuatan waduk berdiameter 500m dan kedalaman 20m menjadi berdiameter 1 km dan kedalamannya 10m.

4.Hasil diskusi dengan Top Manajemen PT LBI, bapak W menyimpulkan: secara sains diterima. Disarankan agar ke lokasi pusat semburan untuk updating data.Sesuai dengan saran beliau, maka saya dan Ir. Ichwan H. Malik, engineering dari PT SACNA ke pusat semburan/cincin/tanggul utama pada tanggal 7 Juni 2008. Kesimpulan akhir kami setelah berada di pusat semburan adalah: Insya Allah pembuatan waduk di pusat semburan dapat dikerjakan oleh kita, bangsa Indonesia.

5.Hasil diskusi dengan Prof. Dr. Djoehermansyak Djohan dan tim dari Deputi Bidang Politik, Kantor Wakil Presiden RI pada tanggal 23 Juli 2008, telah dilaporkan kepada bapak Wapres, Jusuf Kalla. Tindak lanjutnya, Wapres RI menyampaikan kepada bapak Presiden RI. Namun sayangnya, beliau tetap pada kebijakan semburan air dan lumpur Porong akan dibuang ke laut.

Setelah memperbaiki bahan presentasi dan metoda teknis pembuatan waduk, maka melalui surat resmi dari kantor Elza Syarif Advocates & Legal Consultants, TOR disampaikan kepada Wapres RI di Jalan Kebon Sirih. Namun menurut sumber yang layak dipercaya, soal wewenang mengatasi lumpur Porong berada di tangan Presiden SBY. Beliau sudah menentukan kebijakan pemerintah, yakni membuat saluran buangan lumpur ke laut. Beberapa minggu silam, musibah lumpur Porong menjadi berita lagi. Pada intinya pemerintah angkat tangan tidak bisa mengatasinya. Namun dibantah oleh Wapres JK, pemerintah masih punya cara untuk mengatasi.

Mudah-mudahan kami diundang oleh Presiden SBY, untuk menyampaikan pemaparan metoda pembuatan waduk. Siapa tahu metoda ini, yang menurut kami sesuai dan harmoni dengan alam, dapat mengatasi musibah yang sudah lebih dari dua tahun terjadi. Perhitungan kami, air dan lumpur tidak liar karena ditampung dalam waduk berdiameter 1 km dengan kedalaman 10m. Kita berdoa agar musibah lumpur porong berubah menjadi berkah bagi rakyat Porong khususnya dan bagi bangsa Indonesia pada umumnya. Amien.





Pak Munandar Yth,
Tolong segera dibuatkan rencana kerja pengendalian LUSI paling telat minggu ini, sebab minggu depan setelah Sidang Kabinet akan dibicarakan detil pekerjaan tersebut. Mereka minta rincian:
1. Metoda pembuatan waduk
2. Pekerjaan dimulai dari mana
3. Lama pekerjaan
4. Peralatan yang dibutuhkan
5. Lokasi penempatan galian Lumpur dan berapa luas areal yang dibutuhkan
6. Berapa biayanya
7. Azas manfaat dan kepentingannya bagi penduduk

Catatan Tim:
1. Pertanyaan no 1 – 6 akan didiskusikan dengan pihak kontraktor
2. Komponen pembiayaannya terdiri dari:
(1) Tim Penggagas dan Penanggung Jawab terdiri dari Muhammad Syarif Ali Maulana, Munandar dan LIPI)
(2) Tim Konsultatif (Agnes, Elsya Syarif, Seno Adjie, Angie)
(3) Kontraktor
(4) Tim Keprotokolan
3. Azas manfaat dan kepentingannya bagi penduduk (sudah terurai dalam TOR)

Jakarta, Rabu 27 Juni 2007
Munandar88@gmail.com
Muna004@lipi.go.id


Perkenankan kami menyampaikan laporan kepada Tim Pemantau DPR-RI Untuk Semburan Lapindo, bahwa Tim kami mempunyai metoda teknis menanggulangi air dan lumpur Porong agar tidak liar. Tim kami sudah tiga kali memaparkannya di hadapan:
7. Tim Pakar Timnas diketuai oleh Prof. Dr. Indroyono Soesilo, pada hari Kamis, 15 Februari 2007 di Jakarta.
8. Bapel BPLS pada hari Rabu, 3 Oktober 2007 di Surabaya (dihadiri oleh pimpinan, para Kapokja Bapel – BPLS dan konsultan PT Virama Karya) berdasarkan disposisi dari Menteri PU.
9. Tim dari Badan Geologi, Departemen ESDM pada hari Jumat, 30 November 2007 di Jakarta (dihadiri oleh 13 geolog/pejabat yang terdiri dari Kepala Badan, 3 Kapuslit dan tenaga ahli) berdasarkan disposisi dari Menteri ESDM.
10. Top Manajemen PT Lapindo Brantas Inc. Pada hari Rabu, 6 Februari 2008


Ada beberapa pertanyaan yang sangat penting dan mendasar dari pimpinan Bapel – BPLS, yakni tentang: (1) kendala yang dihadapi di lapangan dan; (2) kemungkinan terburuk dari pembuatan waduk karena jenis lumpur panas Sidoarjo memiliki karakteristiknya yang khas. Bersama surat ini kami lampirkan jawaban tertulisnya dan notulen yang memuat tentang poin-poin hasil diskusi tanggal 3 Oktober 2007. Berdasarkan jawaban tertulis Tim Ahli kami atas pertanyaan lisan dari pimpinan Bapel – BPLS, justru semakin memperkuat hipotesis kami akan manfaat dan keuntungan dari pembuatan waduk untuk mengatasi lumpur panas Sidoarjo menjadi tidak liar. Kami mengharapkan mudah-mudahan ada tindak lanjut.

Pemaparan dan diskusi berjalan baik dan konstruktif, karena metoda teknis yang kami usulkan diakui merupakan metoda baru dan satu-satunya, yang dalam implementasinya tidak akan berdampak, bahkan dapat menyelesaikan masalah. Kami sudah berupaya sekuat tenaga melalui telaah, kajian, dan survei di lapangan, agar metoda teknis ini dapat kami pertangungjawabkan, efektif, lebih efisien, dan terukur. Adapun metoda kami adalah Membuat Waduk (menggali di sekitar dan di pusat semburan dengan kedalaman 10m dan berdiameter 1000m) atau 2 km x 10m; dapat menampung air dan lumpur sebanyak 31,4 juta m3.

Tidak ada komentar: